ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KASUS
HISPRUNG
2.1 Konsep Dasar
Hisprung
2.1.1
Definisi Hisprung
Penyakit
hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada
usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).
Hirschprung
adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian
rektosigmoid colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,
Cecily&Sowden:2000). Kondisi merupakan kelaianan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi arterm
dengan berat lahir ≤3 kg, lebih banyak laki-laki daripada perempuan (Arief
Mansjoer,2000)
Menurut
Sodikin dalam bukunya yang dikutip dari (Wong,Sachrin dan Catzel) Hirschsprung
(megakolon atau anganglionik kongenital) adalah anomoli kongenital yang
mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian
usus (Wong,1996) . penyakit hirschsprung merupakan ketiadaan (atau,jika ada,
kecil) saraf ganglion parasimpatik pada pleksus meinterikus kolon distal
(sachrin,1986). Daerah yang terkena di kenal sebagai segmen anganglionik
(catzel & Roberts, 1992).
2.1.2 Macam-macam
Hisprung
Menurut (Ngastiyah,
1997 : 138) penyakit Hirschprung
berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
1)
Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus
sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih
sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
2)
Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau
usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.
2.1.3
Etiologi Hisprung
Penyebab Hirschprung atau mega colon
itu sendiri belum diketahui tetapi diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan,
sering terjadi pada anak dengan down syndrome, kegagalan sel neural pada masa
embrio dalam dinding usus, gagal eksensi, karnio kaudal pada myentrik dan sub
mukosa dinding pleux (Amin Huda, 2013: 353).
Berdasarkan (Suriadi,
2001 : 242).
1)
Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.
2)
Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding
usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding
pleksus.
2.1.4
Tanda dan Gejala
Obstipasi
(sembelit) merupakan tanda utama pada Hirscprung, dan pada bayi baru lahir
dapat merupakan gejala obstruksi akut. Tiga tanda (trias) yang sering ditemukan
meliputi mekonium yang terlambat keluar (lebih sari 24 jam), perut kembung dan
muntah berwarna hijau. Pada neonatus, kemungkinan ada riwayat keterlambatan keluarnya
mekonium selama 3 hari atau bahkan lebih mungkin menandakan terdapat obstruksi
rektum dengan distensi abdomen progresif dan muntah; sedangkan pada anak yang
lebih besar kadang-kadang ditemukan keluhan adanya diare atau enterokolitis
kronik yang lebih menonjol daripada tanda-tanda obstipasi. (Sodikin, 2011: 203)
2.1.5
Patofisiologi
Hirschprung adalah tidak adanya
sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (
peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan. serta spinkter rectum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal. Isi
usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu ( Betz,
Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural
plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik
secara normal. Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan terkumpul di
bagian proksimal dan terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon tersebut
melebar/megacolon (Suriadi, 2001:241).
2.1.6
Manifestasi Klinis
Gejala
penyakit Hirschprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan penyakit
Hirschprung dapat menunjukan gejala klinis sebagai berikut: Obstruksi total
saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium
diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi, konstipasi ringan
enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam (Amin Huda, 2013:353)
Menurut (Suriadi, 2001 : 242)
manifestasi klinis dari Hirschprung adalah:
1)
Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama
kehidupan.
2)
Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan
dengan terlihat tinja seperti pita.
3)
Obstruksi usus dalam periode neonatal.
4)
Nyeri abdomen dan distensi.
5)
Gangguan pertumbuhan.
2.1.7
Komplikasi
Menurut (Betz,
2002 : 197) komplikasi dari Hirschprung adalah
1)
Gawat pernapasan (akut)
2)
Enterokolitis (akut)
3)
Striktura ani (pasca bedah)
4)
Inkontinensia (jangka panjang)
Menurut
(Amin Huda, 2013:354)
1)
Obstruksi usus
2)
Konstipasi
3)
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
4)
Entrokolitis
5)
Struktur anal dan inkontinensial (post operasi)
2.1.8
Pemeriksaan Penunjang
Pada
penderita Hirschprung, pemeriksaan colok dubur sangat penting untuk dilakukan.
Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen rektum yang
sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium
(feses) yang menyemprot (Sodikin, 2011:204).
Menurut
(Ngastiyah, 1997:139) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan adalah:
1)
Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa
dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2)
Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot
rectum, dilakukan dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
3)
Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil
biopsy asap. Pada penyakit ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim
asetikolin enterase.
4)
Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan
biopsy usus
Menurut (Betz, 2002:197) pemeriksaan
yang dilakukan adalah:
1)
Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan
pada kolon.
2)
Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan
pada kolon.
3)
Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel
ganglion.
4)
Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks
sfingter interna dan eksterna.
2.1.9
Penatalaksanaan
Menurut (Betz, 2002:198) Pembedahan
hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop atau
double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat
kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3
prosedur berikut :
1)
Prosedur Duhamel : Penarikan kolon normal kearah bawah
dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
2)
Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end
pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
3)
Prosedur soave : Dinding otot dari segmen rektum
dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
Sedangkan untuk penatalaksanaan keperawatannya
adalah melakukan spuling dengan air garam fisiologis hangat setiap hari (bila
ada persetujuan dokter) dan mempertahankan kesehtan pasien dengan memberi
makanan yang cukup bergizi serta mencegah terjadinya infeksi (Ngastiyah,
1997:139).
2.2
Konsep Asuhan Keperawatan Hirsprung
Menurut Sodikin, 2011 konsep asuhan keperawatan pada Hirschprung adalah
2.2.1
Pengkajian
1)
Lakukan pengkajian fisik rutin
2)
Kumpulkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama
yang berhubungan dengan pola defekasi.
3)
Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
4)
Pantau pola defekasi
5)
Ukur lingkar abdomen
6)
Observasi manifestasi penyakit hisprung:
Periode bayi
baru lahir
(1)
Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-28 jam setelah
lahir
(2)
Menolak untuk minum air
(3)
Muntah berwarna empedu
(4)
Distensi abdomen
Masa bayi
(1)
Ketidak adekuatan kenaikan BB
(2)
Konstipasi
(3)
Episode diare dan muntah
(4)
Tanda aminous (sering menandakan adanya adanya
enterokolitis)
(5)
Diare berdarah
(6)
Demam
(7)
Letargi berat
Masa
kanak-kanak (gejala lebih kronis)
(1)
Konstipasi
(2)
Feses berbau menyengat dan seperti karbon
(3)
Distensi abdomen
(4)
Mas fekal dapat teraba
(5)
Anak biasanya mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan
buruk
7)
Kolaborasi dalam prosedur dignostik dan pengujian,
misalnya radiografi, biopsi rektal, manometri anorektal.
ansietas
|
Kurangnya
informasi
|
Gangguan defekasi
|
konstipasi
|
Intervensi
pembedahan
|
Gangguan rasa
nyaman nyeri
|
Obstruksi dikolon
|
Refluk
peristaltik
|
Feses tidak mampu
melewati spinter ani
|
Akumulasi benda
padat, gas, cair
|
Obstruksi parsial
|
Control kontraksi
dan relaksasi peristaltic abnormal
|
Spingter rectum
tidak dapat relaksasi
|
Peristaltic tidak
sempurna
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
Resiko kekurangan
volume cairan
|
Perasaan penuh
|
Mual dan muntah
|
Pelebaran kolon
(mega kolon)
|
Sel ganglion pada
kolon tidak ada/sangat sedikit
|
Kegagalan sel
peural pada masa embrio dalam dinding usus gagal ekstensi, kranio kaudal
oada myentri dan sub mukosa dinding plexeus
|
2.2.2
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Doengoes, 2000 adalah:
1)
Nyeri
akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan akibat insisi bedah
2)
Konstipasi/diare, resiko tinggi terhadap
berhubungan dengan penempatan ostomi pada kolon sigmoid atau desenden
3)
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan yang melebihi melalui jalan normal (misalnya: muntah pra
operasi dan diare)
4)
Nutrisi , Perubahan : Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan anoreksia
5)
Perubahan proses keluarga berhubungan
dengan krisis situasi (anak dihospitalisasi)
2.2.3
Intervensi
keperawata
1)
Diagnosa keperawatan : nyeri akut berhubungan dengan kerusakan
kulit/jaringan akibat insisi bedah
Tujuan:
K: klien/keluarga dapat menjelaskan
kembali tentang penyebab dan mengatasi nyeri
A: klien bersedia melakukan teknik
distraksi dan relaksasi
P: klien mau melakukan teknik
distraksi dan relaksasi
P:
-klien mengatakan nyeri hilang/berkurang skala 0-3
-TTV dalam batas normal
- Menunjukan penggunaan
keterampilan relaksasi dan kenyamanan umum sesuai indikasi situasi individu
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji
nyeri, catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10)
2. Dorong
penggunaan teknik relaksasi, misal bimbingan imajinasi, visualisasi
3. Selidiki
dan laporkan adanya kekuatan otot abdominal , kehati-hatian yang tak
disengaja, dan nyeri tekan
4. Berikan
obat sesuai indikasi, misal narkotik, analgesik
|
1. Membantu
mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesik atau dapat
menyatakan terjadinya komplikasi
2. Membantu
pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian,
sehingga menurunkan nyeri ketidaknyamanan
3. Diduga
inflamasi peritoneal, yang memerlukan intervensi medik cepat
4. Menurunkan
nyeri, meningkatkan kenyamanan, khususnya setelah perbaikan AP
|
2)
Diagnosa keperawatan: konstipasi/diare,
resiko tinggi terhadap berhubungan dengan penempatan ostomi pada kolon sigmoid
atau desenden
Tujuan: membuat pola
eminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketepatan jumlah dan
konsistensi
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pastikan
kebiasaan defekasi pasien dan gaya hidup sebelumnya
2. Selidiki
pelambatan awitan/tak adanya keluaran. Auskultasi bising usus
3. Tinjau
ulang pola diet dan jumlah/tipe masukan cairan
|
1. Membantu
dalam pembentukan jadwal irigasi efektif untuk pasien dengan kolostomi
2. Ileus
paralitik pascaoperasi biasanya membaik dalam 48-72 jam dan ileostomi harus
mulai mengalir dalam 12-24 jam
3. Masukan
adekuat dari serat dan makanan kasar memberikan bulk, dan cairan adalah
faktor pentinga dalam menentukan konsistensi fese.
|
3) Diagnosa
keperawatan: kekurangan volume cairan , resiko tinggi terhadap
Faktor Resiko:
kehilangan yang melebihi melalui jalan normal (misalnya: muntah pra operasi dan
diare), Kehilangan melalui jalan abnormal (misalnya : selang NG/usus , selang drainase
luka perianal), Kekurangan ileostomi dengan volume tinggi, Pembatasan masukan
secara medic, Gangguan absorbs cairan (misalnya : kehilangan fungsi kolon),
Status hipermetabolik (misalnya : inflamasi , proses penyembuhan)
Kemungkinan di buktikan
oleh : ( tidak dapat di terapkan : adanya tanda tanda dan gejala membuat
diagnose actual )
Hasil yang di harapkan kreteria
evaluasi pasien akan :
K:
keluarga dapat menjelaskan kembali tentang kekurangan volume cairan
A:
Mempertahankan hedrasi adekuat dengan bukti membrane mukosa lembab
P:
turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik
P:
tanda vital stabil dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Awasi masukan dan haluaran dengan
cermat , ukur feses cair . timbang berat badan tiap hari .
2.
Awasi tanda vital , catat
hipotensi postural , takikardi . evaluasi turgor kulit , pengisian kapiler
,dan membrane mukosa.
3.
Batasi masukan es batu selama
periode intubasi gaster .
4.
Awasi hasil laboratorium ,
misalnya : Ht dan elektrolit
5. Berikan
cairan IV dan elektrolit sesuai indikasi .
|
1. memberikan
indicator langsung keseimbangan cairan cairan . kehilangan cairan paling
besar terjadi pada ileostomy , tetapi secara umum tidak lebih dari 500-800
ml/hari .
2. menunjukkan
status hidrasi / kemungkinan kebutuhan untuk peningkatan penggantian cairan
3. es
batu dapat merangsang sekresi lambung dan mencuci elektrolit
4. mendekteksi
homeostatis atau ketidakseimbangan dan membantu menentukan kebutuhan
penggantian
5. Dapat
di perlukan untuk mempertahankan perfusi jaringan adekuat / fungsi organ
|
4) Diagnosa
Keperawatan : Nutrisi , Perubahan : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh , Risisko
Tinggi Terhadap .
Faktor
Resiko : anoreksia lama / gangguan masukan saat praoprasi .status hipermetabolik
(penyakit inflamasi praoperasi / proses penyembuhan ), Adanya diare / gangguan
absorbsi, Pembatasan bulk dan makanan mengandung sisa .
Kemungkinan Di Buktikan
Oleh : (Tidak dapat di terapkan : tanda tanda dan gejala membuat diagnose
actual )
Hasil yang di harapkan
/ Kriteria Evaluasi Pasien Akan :
K: keluarga dapat
menjelaskan kembali tentang kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
A: Mempertahankan berat
badan / menunjukan peningkatan berat badan bertahap sesuai
P: tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas tanda mal nutrisi .
P: Merencanakan diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi / membatasi GI .
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Lakukan pengkajian nutrisi dengan
seksama
2.
Auskultasi bising usus
3.
Mulai dengan makan cairan
perlahan
4.
Identifikasi bau yang di
timbulkan oleh makanan dan sementara batasi diet
5.
Anjurkan pasien meningkatkan
penggunaan yogurt dan mentega susu
6.
Berikan pasien dengan latihan
iliostomi kewaspadaan pada buah prem , strawberi, anggur , pisang , keluarga
kol , kacang kacangan . dan menghindari makanan berserat contoh kacang tanah
7. Konsul
dengan ahli diet
|
1.
mengidentifikasi kekurangan /
kebutuhan untuk membantu memilih intervensi. Auskultasi bising usus
2.
kembalinya fungsi usus menunjukan
kesiapan untuk memulai makan lagi
3.
menurunkan insiden kram abdomen
,mual .
4.
sensitivitas terhadap makanan
tertentu tidak umum setelah bedah usus
5.
dapat membantu menurunkan
pembentukan bau
6.
produk ini meningkatkan feses
ileum , pencernaan selulosa memerlukan bakteri kolon yang tak ada lagi karena
reseksi
7.
membantu mengkaji kebutuhan
nutrisi pasien dalam perubahan pencernaan dan ungsi usus .
|
5)
diagnosa keperawatan: perubahan proses
keluarga berhubungan dengan krisis situasi (anak dihospitalisasi)
Sasaran: pasien dan keluarga mendapatkan dukungan yang adekuat
Hasil yang diharapkan: anak dan keluarga menunjukan kemampuan dalam
memberikan perawtan kolostomi dirumah
Intervensi:
(1)
Kenalkan keluarga pada
anggota-anggota staf yang signifikan
(2)
Gambarkan rutinitas RS yang
berkaitan dengan perawatan anak
(3)
Bantu keluatrga beradaptasi
dengan lingkungan yang baru dan asing
(4)
Arahkan keluarga
ketujuan(tempat-tempat di RS yang menarik untuk dilihat dan dibicarakn)
(5)
Selalu ada untuk keluarga
(6)
Waspada tanda-tanda keteganggan pada keluarga
(7)
Jaga privasi
(8)
Dorong keluarga dan anak yang lebih besar untuk
mengganti pakian selama periode pasca bedah awal untuk memudahkan penyesuaian
diri mereka
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Huda dan Hardhi K.2013.Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA. Jakarta: MediAction
Betz, Cecily Dan Linda A.2002. Buku
Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Dongoes, Marilyn.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Pendokumentasian Keperawatan Pasien. Jakarta:EGC
Ngastiyah. 1997.
Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Sodikin. 2012. Keperawatan
Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta:EGC
Suriadi dan Rita Y.2001.Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta:
CV.SAGUNG SETO