Selasa, 09 Juni 2015

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KASUS HISPRUNG


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KASUS HISPRUNG
2.1  Konsep Dasar Hisprung
2.1.1        Definisi Hisprung
Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).
Hirschprung adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily&Sowden:2000). Kondisi merupakan kelaianan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi arterm dengan berat lahir ≤3 kg, lebih banyak laki-laki daripada perempuan (Arief Mansjoer,2000)
Menurut Sodikin dalam bukunya yang dikutip dari (Wong,Sachrin dan Catzel) Hirschsprung (megakolon atau anganglionik kongenital) adalah anomoli kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian usus (Wong,1996) . penyakit hirschsprung merupakan ketiadaan (atau,jika ada, kecil) saraf ganglion parasimpatik pada pleksus meinterikus kolon distal (sachrin,1986). Daerah yang terkena di kenal sebagai segmen anganglionik (catzel & Roberts, 1992).


2.1.2   Macam-macam Hisprung
Menurut (Ngastiyah, 1997 : 138) penyakit Hirschprung berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
1)      Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
2)      Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.

2.1.3   Etiologi Hisprung
Penyebab Hirschprung atau mega colon itu sendiri belum diketahui tetapi diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan down syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksensi, karnio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding pleux (Amin Huda, 2013: 353).
Berdasarkan (Suriadi, 2001 : 242).
1)        Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.
2)        Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.
2.1.4   Tanda dan Gejala
Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada Hirscprung, dan pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala obstruksi akut. Tiga tanda (trias) yang sering ditemukan meliputi mekonium yang terlambat keluar (lebih sari 24 jam), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Pada neonatus, kemungkinan ada riwayat keterlambatan keluarnya mekonium selama 3 hari atau bahkan lebih mungkin menandakan terdapat obstruksi rektum dengan distensi abdomen progresif dan muntah; sedangkan pada anak yang lebih besar kadang-kadang ditemukan keluhan adanya diare atau enterokolitis kronik yang lebih menonjol daripada tanda-tanda obstipasi. (Sodikin, 2011: 203)

2.1.5   Patofisiologi
Hirschprung adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan. serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu ( Betz, Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan terkumpul di bagian proksimal dan terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon tersebut melebar/megacolon (Suriadi, 2001:241).
2.1.6        Manifestasi Klinis
Gejala penyakit Hirschprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan penyakit Hirschprung dapat menunjukan gejala klinis sebagai berikut: Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi, konstipasi ringan enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam (Amin Huda, 2013:353)
Menurut (Suriadi, 2001 : 242) manifestasi klinis dari Hirschprung adalah:
1)        Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
2)        Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti pita.
3)        Obstruksi usus dalam periode neonatal.
4)        Nyeri abdomen dan distensi.
5)        Gangguan pertumbuhan.

2.1.7        Komplikasi
Menurut (Betz, 2002 : 197) komplikasi dari Hirschprung adalah
1)        Gawat pernapasan (akut)
2)        Enterokolitis (akut)
3)        Striktura ani (pasca bedah)
4)        Inkontinensia (jangka panjang)
Menurut (Amin Huda, 2013:354)
1)        Obstruksi usus
2)        Konstipasi
3)        Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
4)        Entrokolitis
5)        Struktur anal dan inkontinensial (post operasi)

2.1.8        Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita Hirschprung, pemeriksaan colok dubur sangat penting untuk dilakukan. Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen rektum yang sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium (feses) yang menyemprot (Sodikin, 2011:204).
Menurut (Ngastiyah, 1997:139) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan adalah:
1)        Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2)        Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
3)        Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4)        Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus
Menurut (Betz, 2002:197) pemeriksaan yang dilakukan adalah:
1)        Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
2)        Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
3)        Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
4)        Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.




2.1.9        Penatalaksanaan
Menurut (Betz, 2002:198) Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3 prosedur berikut :
1)        Prosedur Duhamel : Penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
2)        Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
3)        Prosedur soave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
Sedangkan untuk penatalaksanaan keperawatannya adalah melakukan spuling dengan air garam fisiologis hangat setiap hari (bila ada persetujuan dokter) dan mempertahankan kesehtan pasien dengan memberi makanan yang cukup bergizi serta mencegah terjadinya infeksi (Ngastiyah, 1997:139).
2.2         Konsep Asuhan Keperawatan Hirsprung
Menurut Sodikin, 2011 konsep asuhan keperawatan pada Hirschprung adalah
2.2.1   Pengkajian
1)        Lakukan pengkajian fisik rutin
2)        Kumpulkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan pola defekasi.
3)        Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
4)        Pantau pola defekasi
5)        Ukur lingkar abdomen
6)        Observasi manifestasi penyakit hisprung:
Periode bayi baru lahir
(1)     Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-28 jam setelah lahir
(2)     Menolak untuk minum air
(3)     Muntah berwarna empedu
(4)     Distensi abdomen
Masa bayi
(1)     Ketidak adekuatan kenaikan BB
(2)     Konstipasi
(3)     Episode diare dan muntah
(4)     Tanda aminous (sering menandakan adanya adanya enterokolitis)
(5)     Diare berdarah
(6)     Demam
(7)     Letargi berat
Masa kanak-kanak (gejala lebih kronis)
(1)     Konstipasi
(2)     Feses berbau menyengat dan seperti karbon
(3)     Distensi abdomen
(4)     Mas fekal dapat teraba
(5)     Anak biasanya mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan buruk
7)        Kolaborasi dalam prosedur dignostik dan pengujian, misalnya radiografi, biopsi rektal, manometri anorektal.













ansietas
Kurangnya informasi
Gangguan defekasi
konstipasi
Intervensi pembedahan
Gangguan rasa nyaman nyeri
Obstruksi dikolon
Refluk peristaltik
Feses tidak mampu melewati spinter ani
Akumulasi benda padat, gas, cair
Obstruksi parsial
Control kontraksi dan relaksasi peristaltic abnormal
Spingter rectum tidak dapat relaksasi
Peristaltic tidak sempurna
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Resiko kekurangan volume cairan
Perasaan penuh
Mual dan muntah
Pelebaran kolon (mega kolon)
Sel ganglion pada kolon tidak ada/sangat sedikit
PATHWAY
Kegagalan sel peural pada masa embrio dalam dinding usus gagal ekstensi, kranio kaudal oada myentri dan sub mukosa dinding plexeus
 




















2.2.2        Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Doengoes, 2000 adalah:
1)        Nyeri  akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan akibat insisi bedah
2)        Konstipasi/diare, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan penempatan ostomi pada kolon sigmoid atau desenden
3)        Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan yang melebihi melalui jalan normal (misalnya: muntah pra operasi dan diare)
4)        Nutrisi , Perubahan : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh  berhubungan dengan anoreksia
5)        Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi (anak dihospitalisasi)

2.2.3        Intervensi keperawata
1)        Diagnosa keperawatan : nyeri  akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan akibat insisi bedah
Tujuan:
K: klien/keluarga dapat menjelaskan kembali tentang penyebab dan mengatasi nyeri
A: klien bersedia melakukan teknik distraksi dan relaksasi
P: klien mau melakukan teknik distraksi dan relaksasi
P:  -klien mengatakan nyeri hilang/berkurang skala 0-3
-TTV dalam batas normal
- Menunjukan penggunaan keterampilan relaksasi dan kenyamanan umum sesuai indikasi situasi individu

Tindakan/Intervensi
Rasional
1.      Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10)
2.      Dorong penggunaan teknik relaksasi, misal bimbingan imajinasi, visualisasi
3.      Selidiki dan laporkan adanya kekuatan otot abdominal , kehati-hatian yang tak disengaja, dan nyeri tekan
4.      Berikan obat sesuai indikasi, misal narkotik, analgesik
1.      Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesik atau dapat menyatakan terjadinya komplikasi
2.      Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian, sehingga menurunkan nyeri ketidaknyamanan
3.      Diduga inflamasi peritoneal, yang memerlukan intervensi medik cepat
4.      Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan, khususnya setelah perbaikan AP

2)        Diagnosa keperawatan: konstipasi/diare, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan penempatan ostomi pada kolon sigmoid atau desenden
Tujuan: membuat pola eminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketepatan jumlah dan konsistensi

Intervensi
Rasional
1.      Pastikan kebiasaan defekasi pasien dan gaya hidup sebelumnya
2.      Selidiki pelambatan awitan/tak adanya keluaran. Auskultasi bising usus
3.      Tinjau ulang pola diet dan jumlah/tipe masukan cairan
1.      Membantu dalam pembentukan jadwal irigasi efektif untuk pasien dengan kolostomi
2.      Ileus paralitik pascaoperasi biasanya membaik dalam 48-72 jam dan ileostomi harus mulai mengalir dalam 12-24 jam
3.      Masukan adekuat dari serat dan makanan kasar memberikan bulk, dan cairan adalah faktor pentinga dalam menentukan konsistensi fese.

3)   Diagnosa keperawatan: kekurangan volume cairan , resiko tinggi terhadap
Faktor Resiko: kehilangan yang melebihi melalui jalan normal (misalnya: muntah pra operasi dan diare), Kehilangan melalui jalan abnormal (misalnya : selang NG/usus , selang drainase luka perianal), Kekurangan ileostomi dengan volume tinggi, Pembatasan masukan secara medic, Gangguan absorbs cairan (misalnya : kehilangan fungsi kolon), Status hipermetabolik (misalnya : inflamasi , proses penyembuhan)
Kemungkinan di buktikan oleh : ( tidak dapat di terapkan : adanya tanda tanda dan gejala membuat diagnose actual )

Hasil yang di harapkan kreteria evaluasi pasien akan :
K: keluarga dapat menjelaskan kembali tentang kekurangan volume cairan
A: Mempertahankan hedrasi adekuat dengan bukti membrane mukosa lembab
P: turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik
P: tanda vital stabil dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat

Intervensi
Rasional
1.      Awasi masukan dan haluaran dengan cermat , ukur feses cair . timbang berat badan tiap hari .
2.      Awasi tanda vital , catat hipotensi postural , takikardi . evaluasi turgor kulit , pengisian kapiler ,dan membrane mukosa.
3.      Batasi masukan es batu selama periode intubasi gaster .
4.      Awasi hasil laboratorium , misalnya : Ht dan elektrolit
5.      Berikan cairan IV dan elektrolit sesuai indikasi .





1.      memberikan indicator langsung keseimbangan cairan cairan . kehilangan cairan paling besar terjadi pada ileostomy , tetapi secara umum tidak lebih dari 500-800 ml/hari .
2.      menunjukkan status hidrasi / kemungkinan kebutuhan untuk peningkatan penggantian cairan
3.      es batu dapat merangsang sekresi lambung dan mencuci elektrolit
4.      mendekteksi homeostatis atau ketidakseimbangan dan membantu menentukan kebutuhan penggantian
5.      Dapat di perlukan untuk mempertahankan perfusi jaringan adekuat / fungsi organ

4)      Diagnosa Keperawatan : Nutrisi , Perubahan : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh , Risisko Tinggi Terhadap .
Faktor Resiko : anoreksia lama / gangguan masukan saat praoprasi .status hipermetabolik (penyakit inflamasi praoperasi / proses penyembuhan ), Adanya diare / gangguan absorbsi, Pembatasan bulk dan makanan mengandung sisa .
Kemungkinan Di Buktikan Oleh : (Tidak dapat di terapkan : tanda tanda dan gejala membuat diagnose actual )
Hasil yang di harapkan / Kriteria Evaluasi Pasien Akan :
K: keluarga dapat menjelaskan kembali tentang kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 
A: Mempertahankan berat badan / menunjukan peningkatan berat badan bertahap sesuai
P: tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda mal nutrisi .
P: Merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi / membatasi GI .


Intervensi
Rasional
1.    Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2.    Auskultasi bising usus
3.    Mulai dengan makan cairan perlahan
4.    Identifikasi bau yang di timbulkan oleh makanan dan sementara batasi diet
5.    Anjurkan pasien meningkatkan penggunaan yogurt dan mentega susu
6.    Berikan pasien dengan latihan iliostomi kewaspadaan pada buah prem , strawberi, anggur , pisang , keluarga kol , kacang kacangan . dan menghindari makanan berserat contoh kacang tanah
7.    Konsul dengan ahli diet

1.      mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan untuk membantu memilih intervensi. Auskultasi bising usus
2.      kembalinya fungsi usus menunjukan kesiapan untuk memulai makan lagi
3.      menurunkan insiden kram abdomen ,mual .
4.      sensitivitas terhadap makanan tertentu tidak umum setelah bedah usus
5.      dapat membantu menurunkan pembentukan bau
6.      produk ini meningkatkan feses ileum , pencernaan selulosa memerlukan bakteri kolon yang tak ada lagi karena reseksi
7.      membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan pencernaan dan ungsi usus .
5)        diagnosa keperawatan: perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi (anak dihospitalisasi)
Sasaran: pasien dan keluarga mendapatkan dukungan yang adekuat
Hasil yang diharapkan: anak dan keluarga menunjukan kemampuan dalam memberikan perawtan kolostomi dirumah
Intervensi:
(1)   Kenalkan keluarga pada anggota-anggota staf yang signifikan
(2)   Gambarkan rutinitas RS yang berkaitan dengan perawatan anak
(3)   Bantu keluatrga beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan asing
(4)   Arahkan keluarga ketujuan(tempat-tempat di RS yang menarik untuk dilihat dan dibicarakn)
(5)   Selalu ada untuk keluarga
(6)   Waspada tanda-tanda keteganggan pada keluarga
(7)   Jaga privasi
(8)   Dorong keluarga dan anak yang lebih besar untuk mengganti pakian selama periode pasca bedah awal untuk memudahkan penyesuaian diri mereka










DAFTAR PUSTAKA
Amin, Huda dan Hardhi K.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA. Jakarta: MediAction
Betz, Cecily Dan Linda A.2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Dongoes, Marilyn.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Pendokumentasian Keperawatan Pasien. Jakarta:EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Sodikin. 2012. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta:EGC
Suriadi dan Rita Y.2001.Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV.SAGUNG SETO